Selasa, 20 Oktober 2009

The Story Of Love "Sakuraba Takeshi" Part-1 chapter: "MAUKAH KAU MENJADI AYAHKU??"

“Maafkan Miku…”
“Untuk apa?”
“Karena gara-gara aku, paman jadi terluka”
“Tidak ada hubungannya,… ‘kan aku sendiri yang meminta spatulanya”
“Itu karena aku lamban,…makanya paman jadi ikut-ikutan turun kedapur. Padahal itu ‘kan sudah menjadi kewajibanku. Lain kali…biar aku saja, paman tenang-tenang saja…oke”
“Sudahlah, ini hanya kecelakaan kecil…”
“Kecil apanya…? Tangan paman luka begini,…pasti sakit”
“Kalau begitu,…untuk apa obat diciptakan?...Bukankah, obat itu diciptakan untuk mengobati orang-orang yang teluka? Jika tidak satu ‘pun Manusia didunia ini terluka…berarti obat sama sekali tidak berguna. Betul begitu ‘kan? Hehehehe…. Jadi, terluka itu biasa…santai saja” Ia menjelaskan panjang lebar. Kali ini Ia tertawa. Dasar orang ini,…masih bisa tertawa disaat-saat kesakitan…
“Tapi aku serius…Aku pernah merasakan luka bakar. Dulu, waktu kecil aku pernah menginjak puntung rokok…itu terjadi karena aku kurang hati-hati saat berjalan, rasanya sakiiiiiiiit….. sekali, lalu…..” belum-belum juga kuselesaikan kalimatku tentang “puntung rokok” Ia lalu….
“ha…ha….ha…ha…ha….ha…ha….kau ini manis sekali,…. ha…ha….ha…ha…ha….” dia tertawa terbahak-bahak, pipinya sampai memerah…ia memperlihatkan deretan giginya yang putih dan dua gigi taring yang panjang.
Apa…? dia bilang apa?... apa aku tidak salah dengar?...ia memujiku. Benarkah itu??…Ia masih tertawa, tertawanya itu…lepas sekali seperti tidak ada beban ataupun sedang terluka….Aku masih tidak percaya jika Ia tertawa hanya karena mendengarkan cerita konyol mengenai puntung rokok itu,… apa menurutnya itu lucu??? Selera humornya jelek sekali….
“Paman, apanya yang lucu?” kataku, sambil mengambil gunting untuk memotong sisa balutan perban pada tangannya yang sedang terluka.
“kau lucu…heheheheh” tawanya masih belum berhenti juga.
“O iya…”
“Namaku Sakuraba Takeshi… kau boleh panggil aku dengan Take saja”
”T…Ta…ke, Take?” aku kurang pasi menyebutkan namanya padahal ‘kan hanya empat huruf, Miku…Miku…
“Ooooo…kau ini ternyata lucu sekali!…saaaaaaaaangat lucu!!…hehehehe…” Dia masih saja tertawa….
“Lucu…?” apa menurutnya aku ini seperti badut???...
Lalu, Ia tiba-tiba menaruh tangan kanannya diatas kepalaku. Kemudian Ia membelai rambutku…sesaat aku merasakan sesuatu, sesuatu yanga asing… sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya…perasaan ini…hangat….sangat hangat.
“Jadi,…bagaimana saat Ibumu tahu kalau kau menginjak punting rokok dan terluka?...tanyanya kemudian.
“Ya…seperti ini, kakiku dibalut perban. Ibu…orang yang sangat baik, ia tidak pernah memarahiku. Dia Ibu yang penuh dengan kasih sayang, ia juga sangat cantik,…percaya tidak?”…
“Iya aku percaya, aku sudah lihat fotonya diruang depan,… apa kau sangat menyayanginya?”
“Iya” kataku sambil mengangguk.
“Dimana dia sekarang?”
‘Ia…sudah meninggal”
Kumasukkan gunting, obat luka bakar, dan perban kembali kedalam kotak P3K.
“Apa dia sangat penting bagimu?”
“Tentu saja,…Ibu itu, segala-galanya bagiku. Sejak dulu, kami hanya tinggal berdua…ayah sudah meninggal lama sekali…jadi aku hanya akrab dengan Ibuku”
“Kau pasti sangat sedih…”
“Aku memang sedih…Tapi, kepada siapa kau akan melampiaskan kesedihanku itu?…lagipula itu percuma saja kulakukan…orang lain tidak akan mengerti kesedihanmu selain dirimu itu sendiri ‘kan…jadi, jangan perlihatkan itu didepan mereka…makanya, sesedih apapun diriku aku akan tetap tersenyum. Jauh disana,…aku yakin bahwa Ayah dan Ibuku pasti menginginkan hal yang sama,…tersenyum bahagia dan tidak larut dalam kesedihan yang mendalam. Walaupun disini,…dihatiku,…sebenarnya rasa sedih dan rindu itu sangat besar dan akan selalu ada untuk selama-selamanya. Apa kau tahu…Apartment ini menjadi saksi bisu kisah cinta Ayah dan Ibuku. Mereka pernah melalui masa-masa bahagia ditempat ini. Lalu, setelah ayah lebih dahulu pergi meninggalkan Ibu…aku lahir, banyak yang bilang aku ini pengganti ayah, tapi itu hanya Mitos… akupun tumbuh dewasa di tempat ini…tinggallah aku bersama Ibuku, dan kami berjanji akan tetap disini…karena dari tempat inilah, kisah keluarga kecil kami bermula…”
“Jadi, itulah alasan mengapa kau sangat sedih ketika Petugas Sosial itu berkata ingin memindahkanmu ke Panti Asuhan di daerah Kyoto..?”
Aku mengangguk pelan. Kutatap matanya…aku harap orang ini bisa mengerti dengan kesedihanku, dan memutuskan untuk berhenti untuk menyiksaku lagi…
“ Anak yang manis…kau tidak salah, kau mengambil keputusan yang tepat…di Apartment ini banyak sekali kenangan mengenai Ibumu,…pasti sangat sedih jika kau harus meninggalkannya begitu saja… Aku mengerti…”
Kata-katanya itu, menenangkan hatiku…entah kenapa aku merasa demikian tapi…aku rindu dengan kata-kata seperti itu.
“Take-san”
“Iya…”
“Terima kasih…”
“Iya…”
“Seandainya saja aku bisa menganggapmu sebagai Ayahku…”
“Boleh saja,…”
“Benarkah?...aku boleh bilang begitu pada orang-orang…??” kuikuti langkahnya yang tiba-tiba saja beranjak dari kursi tempat Ia duduk.
“Iya, benar…tapi kau harus menurutiku…kau harus melakukan semua yang kuperintahkan, mengerti…?”
“IYA…!” jawabku bersemangat.
“Bagus, anak manis…Nah, sekarang aku mau keluar dulu…mau beli makan. Oke. Kau dirumah saja bersih-bersih…dan karena sekarang kau anakku…ada tambahan tugas untukmu ‘BERSIH-BERSIH WC’…”
“aapa…? yang benar saja Take-san…?”
“Sudah…jangan membantah, kerjakan saja…”
*****
Sakuraba Takeshi..atau Take-san, jadi itu namanya. Padahalkan…aku belum dewasa, tapi ia membolehkanku memanggilnya dengan nama Take-san…Sebenarnya itu ‘kan panggilan wanita dewasa kepada pria dewasa…Dan lagi, dia bilang aku boleh mengaggapnya sebagai Ayah…
Ibu…sekarang aku sudah tidak sendirian lagi, aku punya keluarga baru…namanya Take-san.
*****

(Disuatu malam pada bulan berikutnya…)
“Jadi…mereka menikah muda?...lalu, ayahmu meninggal ketika Ibumu sedang mengandung dirimu begitu?”
“Iya” jawabku mengangguk.
“Tidak ada bayangan sama sekali mengenai Ayah…aku tidak punya potretntya apalagi peninggalan tertentu mengenai dirinya. Kata Ibu, semua barang-barang yang ada hubungannya dengan Ayah, berada di Kyuzu…dirumah saudarinya Ayah”
“Lalu mengapa kau tidak kesana saja…”
“Untuk membuat aku bersedih lagi…? untuk membuat Ibuku menangis lagi…? Walaupun sekarang Ibuku sudah tidak ada,…aku tetap tidak akan pergi untuk melihat barang-barang Ayah…ataupun kenangan mengenai Dia”
“Kenapa begitu…?”
“Kata Bibiku, saat ayah meninggal…Ibu sangat sedih…tak henti-hentinya Ia menangis. Aku takut…saat melihat semua peninggalan mengenai ayahku,…aku tidak bisa menguasai diri…aku pasti sedih sekali. Jangan’kan Ibu yang notabene sangat tegar ‘pun bisa bersedih sedalam itu,…apalagi aku yang lemah ini…aku tidak akan sanggup untuk membayangkannya. Ibu itu...cinta sejati Ayahku, begitupula sebaliknya…Menurut buku yang kubaca, ‘cinta sejati tidak akan pernah terpisahkan oleh waktu ataupun oleh kematian sekali ‘pun… tidak ada yang bisa mengalahkan cinta sejati…’ hehehehe..aku mencontek kalimat itu di buku novel temanku. Tapi, apa Take-san percaya dengan cinta sejati…?”
“Mungkin…”
“Jika saja Ayah dan Ibuku masih hidup, kami pasti akan menjadi keluarga yang sangat bahagia…apalagi ditambah dengan Take-san…mungkin kau bisa menjadi kakak laki-lakiku…”
“he…he…he…..hehehe…yang mana…?aku jadi bingung, aku harus jadi apa??...jadi Ayahmu atau jadi kakakmu he..he..he…he…hehehehe”
“Hehehehe…”Akupun tertawa. Suasana ini, sangat hangat…Aku tidak percaya jika dulu aku pernah membencinya. Ternyata dia pria yang baik, ramah, dewasa, dan juga menyenangkan…lalu yang paling penting…dia bersedia menjadi Ayahku.
“Yang mana saja boleh Miku… kau boleh menganggap aku sebagai Ayahmu,... kakakmu,… temanmu… yang mana saja boleh…” katanya kemudian.
Sekali lagi Ia menaruh tangannya diatas kepalaku…Ia membelai rambutku, kali ini hingga poniku tersikap…Aku sangat senang saat bersama dengan Take-san, kami selalu tertawa bersama.
“Take-san…boleh aku memelukmu…? Sekali saja…?”
Dia tersenyum… “boleh, boleh saja…”
Kami berpelukan…tubuh Take-san hangat sekali,…tercium aroma Parfum dari kemeja kotak-kotak yang dikenakannya. Aku benar-benar merasa tenang saat berdekatan dengan Take-san, apalagi kali ini kami dekat sekali….rasanya seperti terlindungi,…dilindungi oleh Ayah sendiri. Padahal orang ini orang lain…orang yang belum lama kukenal…tapi dia mampu memberiku ketenangan yang selama ini kurindukan …Take-san…Dia seperti orang yang sangat akrab denganku.
“Ayah…Ayah…”Tanpa sadar kukatakan itu… kemudian Take-san semakin mengencangkan dekapannya…
“Kau pasti sangat merindukan dia ya…? Apalagi kau baru saja kehilangan Ibumu…”
Aku mengangguk pelan dalam dekapannya. “Jujur aku merindukan keduanya…”
“Kalau begitu, kau juga boleh mengaggapku sebagai Ibumu…”
“Hehehe…”aku tertawa pelan
“Take-san hebat, bisa menjadi apa saja,…Aku suka Take-san…”
Aku masih bersandar didadanya…Take-san benar-benar memiliki tubuh yang tinggi dan juga sangat besar…Rasanya, aku tidak ingin lepas dari dekpan ini.
Tiba-tiba Handphone-ku berbunyi…mungkin salah satu dari temanku yang menghubungiku…
“HP-ku bunyi…”
“Biarkan saja,…tidak apa-apa…” katanya berbisik.
“Tidak…jangan, aku harus mengangkatnya..itu pasti penting” Ingin kulepaskan tubuhku dari dekapan Take-san.
“Jangan…” katanya lagi.
“Tapi Take-san….”
Handphone lainnya berbunyi, tidak lain itu adalah milik Take-san sendiri. Mau tidak mau dia melepaskanku,..karena bagaimanapun itu pasti jauh lebih penting, mungkin salah satu dari kliennya…Dan kami ‘pun mulai sibuk menjawab Handphone masing-masing.
*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar